Oleh : F. Darmianto
Sebut saja namanya Asef. Dia mahasiswa yang berasal dari salah satu kabupaten di Kalimanatan. Dia kuliah di Universitas ternama di kota Bandung berkat beasiswa dari pemkabnya.
Hidup dirantau bersama 30 teman yang sama-sama dikirim oleh pemkab untuk menuntut ilmu dengan harapan lulus dengan ijazah sarjana dan mampu kembali kedaerah asal dan membangun disana. Asef ini merupakan persemaian Sumber Daya Manusia.
Asef kuliah layaknya seorang mahasiswa. Sungguh enaknya nasib asef dan teman-temannya bisa ke perguruan tinggi tanpa harus membayar biaya kuliah sepeserpun bahkan biaya hidup juga ditanggung dengan jaminan mereka harus bisa lulus dalam jangka waktu 4 tahun, jikalau lebih dari target yang disetujui Asef dan teman-temannya harus membiayai sisa biaya kuliahnya sendiri.
Tinggal disebuah rumah kontrakan yang cukup menampung 30 orang, itu kata Pemkab mereka ketika mereka belum diberangkatkan. Tapi kenyataannya, rumah yang dihuni saat ini jauh dari kelayakan untuk persemaian calon-calon guru ini. Kamar dengan ukuran 3mx3.5m harus ditempati 3-4 orang. Ya memang menyedihkan. Terlihat ketika mau belajar, yang namanya belajar ketenanganlah yang diperlukan. Ketika ketangan itu dicari tapi tak dapat juga. Karena keterbatasan ruang rumah yang disediakan oleh pemkab mereka.
Ruang yang terbatas, tapi masih adala lagi. Ini paling menyedihkan bagi Asef, ketika musim hujan tiba asef sibuk berurusan dengan genangan air yang masuk kedalam kamarnya lewat atap yang bocor. Lantai rumah jadi lembah, kalau saya lihat rumah yang ditempati Asef dan teman-temannya jauh dari yang namanya bersih meskipun mereka sudah membersihkan tetap saja rumah itu kelihatan kotor dan menjijikkan.
Fasilitas juga tidak memadai, Asef yang mengambil jurusan Teknik Arsitektur harus pasrah dengan nasib. Padahal untuk tugas-tugas kuliah Asef membutuhkan meja gambar dan komputer. Apa daya kuliah saja dibiayai, orang tua juga hidup pas-pasan. Lagi-lagi sungguh menyedihkan, padahal untuk bisa berhasil dalam studi fasilitas adalah hal yang bisa dikatakan nomor satu, tapi mungkin bagi pemkab mereka itu nomor 9 atau mungkin yang terakhir
Malangnya nasibmu Sef, sampai kapan terus begini?
Sebut saja namanya Asef. Dia mahasiswa yang berasal dari salah satu kabupaten di Kalimanatan. Dia kuliah di Universitas ternama di kota Bandung berkat beasiswa dari pemkabnya.
Hidup dirantau bersama 30 teman yang sama-sama dikirim oleh pemkab untuk menuntut ilmu dengan harapan lulus dengan ijazah sarjana dan mampu kembali kedaerah asal dan membangun disana. Asef ini merupakan persemaian Sumber Daya Manusia.
Asef kuliah layaknya seorang mahasiswa. Sungguh enaknya nasib asef dan teman-temannya bisa ke perguruan tinggi tanpa harus membayar biaya kuliah sepeserpun bahkan biaya hidup juga ditanggung dengan jaminan mereka harus bisa lulus dalam jangka waktu 4 tahun, jikalau lebih dari target yang disetujui Asef dan teman-temannya harus membiayai sisa biaya kuliahnya sendiri.
Tinggal disebuah rumah kontrakan yang cukup menampung 30 orang, itu kata Pemkab mereka ketika mereka belum diberangkatkan. Tapi kenyataannya, rumah yang dihuni saat ini jauh dari kelayakan untuk persemaian calon-calon guru ini. Kamar dengan ukuran 3mx3.5m harus ditempati 3-4 orang. Ya memang menyedihkan. Terlihat ketika mau belajar, yang namanya belajar ketenanganlah yang diperlukan. Ketika ketangan itu dicari tapi tak dapat juga. Karena keterbatasan ruang rumah yang disediakan oleh pemkab mereka.
Ruang yang terbatas, tapi masih adala lagi. Ini paling menyedihkan bagi Asef, ketika musim hujan tiba asef sibuk berurusan dengan genangan air yang masuk kedalam kamarnya lewat atap yang bocor. Lantai rumah jadi lembah, kalau saya lihat rumah yang ditempati Asef dan teman-temannya jauh dari yang namanya bersih meskipun mereka sudah membersihkan tetap saja rumah itu kelihatan kotor dan menjijikkan.
Fasilitas juga tidak memadai, Asef yang mengambil jurusan Teknik Arsitektur harus pasrah dengan nasib. Padahal untuk tugas-tugas kuliah Asef membutuhkan meja gambar dan komputer. Apa daya kuliah saja dibiayai, orang tua juga hidup pas-pasan. Lagi-lagi sungguh menyedihkan, padahal untuk bisa berhasil dalam studi fasilitas adalah hal yang bisa dikatakan nomor satu, tapi mungkin bagi pemkab mereka itu nomor 9 atau mungkin yang terakhir
Malangnya nasibmu Sef, sampai kapan terus begini?